Selasa, 16 Oktober 2012

Biografi Syekh Abdullah Mubarok


Biografi Syekh Abdullah Mubarok

Beliau adalah wali Allah kharismatik, pendiri
pesantren tarekat terkenal, Pesantren
Suryalaya, di Tasikmalaya Jawa Barat, yang kini
menjadi salah satu pusat penyebaran Tarekat
Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) dan
makin terkenal di bawah kepemimpinan putranya yang juga kharismatik, Syekh AHMAD
SHOHIBUL WAFA’ TAJ AL-ARIFIN atau Abah Anom.

Syekh Abdullah Mubarok juga dikenal dengan
nama Abah Sepuh, Ajengan Godebag atau Kyai
Godebag. Syekh Abdullah Mubarok lahir pada 1836 di
kampung Cicalung, Bojongbentang, Kecamatan
Tarikolot (kini masuk Kecamatan Pagerageung).
Ayahandanya adalah Raden Nurmuhammad,
alias Nurapraja alias Eyang Upas, sedangkan
ibundanya adalah Ibu Emah. Syekh Abdullah Mubarok ini memiliki lima saudara kandung.

Sang ayah memiliki kedudukan sosial-ekonomi
yang tigngi di kawasan itu. Sejak kecil Syekh
Abdullah Mubarok sudah gemar mengaji dan
belajar ilmu agama, bertani, menjala ikan,
menyumpit burung, dan berburu. Pendidikan awalnya ditempuh di sebuah pesantren di
Sukamiskin, Bandung. Belakangan beliau
semakin sering mendalami ajaran tasawuf dan
tarekat. Sebelum Syekh Mubarok ke Cirebon
untuk mendalami agama, beliau sudah sering
berziarah ke makam wali Allah terkenal, Syekh ABDUL MUHYI PAMIJAHAN, yang terletak di
Pamijahan, sekitar 50 kilometer selatan kota
Tasikmalaya. Di sini beliau bermimpi melihat
seorang Syekh di Cirebon.

Kemudian bersama
sahabatnya, Madraji, beliau berangkat ke
Cirebon dan bertemu Syekh TOLHAH, dan menjadi santrinya di Pesantren Begong,
Kalisapu, Cirebon. Selain itu beliau juga
menyempatkan diri berguru kepada Syekh
KHOLIL BANGKALAN di Madura, seorang wali
Allah yang amat terkenal. Saat berguru kepada
Mbah Kholil ini beliau mendapat banyak ilmu, salah satunya ijazah Shalawat Hasyimiyah yang
kini sering dibaca oleh para ikhwan TQN.

Selama di Pamijahan Abah Sepuh banyak
menjalani laku-tirakat dan riyadhah. Di
antaranya adalah tidak makan nasi, hanya
daun-daun segar yang tumbuh di pinggir kali,
dan memakannyapun tidak dipetik, tetapi
langsung dengan mulut. Beliau juga tidak minum air apapun kecuali dari tebu atau buah
mentimun. Semua tirakat ini dijalankan selama
40 hari penuh.

Dalam sebuah kisah diceritakan
bahwa suatu ketika beliau menyelesaikan
puasanya dan kebetulan ada jamuan makan
untuk perayaan Mauludan, di mana setiap orang membawa nasi tumpeng sendiri-sendiri ke
masjid. Beliau merasa senang karena berpikir
bisa makan enak, dan karenanya beliau datang
ke acara sebagai tamu. Namun setelah makanan
itu didoakan oleh kyai masjid, tumpeng itu
dibawa pulang lagi oleh orang yang membawanya, sehingga Abah Sepuh tidak
mendapat makanan apa-apa.

Sejak itu Abah
Sepuh bertekad bahwa beliau tidak akan
membiarkan para tamu yang masuk rumahnya
diizinkan pulang jika belum diberi makanan.
Tekad ini terwujud sampai sekarang. Terutama selama acara manaqiban, Pesantren Suryalaya
selalu menyediakan makanan nasi lengkap
dengan lauk-pauknya secara gratis kepada
para tamu, sehingga dapur pesantren itu tetap
beroperasi penuh selama hampir 24 jam. Pada tahun 1908 Syekh Tolhah mengangkat
Syekh Abdullah Mubarok sebagai khalifahnya.
Dari 1910 sampai 1930 Abah Sepuh ditunjuk
menjadi penasihat bupati Tasikmalaya, Ciamis
dan Bandung, dan menjadi penasehat pasukan
TNI selama perang kemerdekaan tahun 1945 sampai 1949, dan berlanjut hingga tahun 1959.

Pada tahun 1952 beliau memperoleh gelar Abah
Sepuh. Pada saat yang sama beliau sudah
menyiapkan putranya yang kelima, Abah Anom,
untuk menggantikannya sebagai pimpinan
pesantren tarekat ini. Menjelang akhir hayatnya Abah Sepuh tinggal di Tasikmalaya, di rumah
keluarga Haji O. Sobari. Di rumah inilah Abah
Sepuh meninggal pada 25 Januari 1956 dalam
usia hampir 120 tahun; sepanjang hayatnya
beliau menikah beberapa kali, namun hanya satu
istri pada saat yang sama. Ajaran dan karamah Selain mengajarkan Tarekat Qadiriyah wa
Naqasyabandiyah, Abah Sepuh juga memberi
banyak ajaran agama, sosial dan
kemasyarakatan.

Salah satu ajaran yang
senantiasa dirujuk dan dibaca di setiap acara
manakiban di TQN Suryalaya adalah Tanbih, atau wasiat beliau yang ditujukan kepada
khususnya ikhwan/murid TQN. Secara garis
besar wasiat ini mengajak segenap ikhwan TQN
untuk mengamalkan ajaran Islam pada umumnya
dan tarekat pada khususnya dengan sekuat-
kuatnya dan penuh kesungguhan. Dalam Tanbih ini juga dipaparkan beberapa prinsip hubungan
sosial, baik di level antar individu, masyarakat
maupun negara.

Menurut Abah Sepuh, seorang
pengamal TQN harus menunjukkan kebajikan
sosial (amal saleh dan kebaikan) yang
dilandaskan pada kesucian hati. Jadi:

  1. Terhadap orang yang lebih tinggi daripada
    kita, baik lahir maupun batin, harus kita
    hormati; begitulah seharusnya hidup rukun,
    saling harga-menghargai;
  2. Terhadap sesama yang sederajat dengan
    kita dalam segala-galanya, jangan sampai
    terjadi persengketaan, sebaliknya harus
    bersikap rendah hati, bergotong-royong
    dalam melaksanakan perintah agama dan
    negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita
    terkena firman-Nya, ‘adzabun alim,’ yang
    berarti duka nestapa untuk selama-
    lamanya dari dunia sampai akhirat;
  3. Terhadap orang-orang yang keadaannya di
    bawah kita, janganlah hendak
    menghinakannya atau berbuat tidak
    senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya
    harus belas kasihan dengan kesadaran,
    agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan
    liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya
    harus dituntun, dibimbing dengan nasihat
    yang lemah lembut yang akan memberi
    keinsyafan dalam menginjak jalan
    kebajikan;
  4. Terhadap fakir miskin harus kasih sayang,
    ramah-tamah serta bermanis budi,
    bersikap murah tangan, mencerminkan
    bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri
    kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam
    keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri
    sendirilah yang senang, karena mereka
    jadi fakir miskin itu bukannya kehendak
    sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Mengenai tujuan pengamalan TQN, Abah Sepuh
menyatakan, “Teu aya lian pagawean urang
sarerea Thoreqat Qodiriyah Naqsyabandiyah
amalkeun kalawan enya-enya keur gahontal
sagala kahadeandohir bathin, keur nyingkahan
sagalakagorengan dlohir bathin, anu uneganaan ka jasad utama nyawa, anu dirungrung ku
pangwujuk napsu, digoda ku dayana
setan” (Tiada lain amalan kita, TQN, amalkan
sebaik-baiknya guna mencapai segala
kebajikan lahir dan batin, menjauhi segala
kejahatan lahir dan batin yang berhubungan dengan jasmani maupun rohani, yang selalu
diselimuti nafsu dan digoda oleh tipu daya
setan.

Sebagaimana lazimnya wali Allah, Abah Sepuh
juga memiliki beberapa kelebihan di luar
kebiasaan atau khawariq al-adat (karamah).

Dikisahkan, Bupati Ciamis berencana
mengalihfungsikan Rawa Lebok menjadi lahan
pertanian. Namun rawa ini terkenal angker, dan tak sedikit pekerja yang membuka rawa itu
jatuh sakit dan bahkan meninggal dunia.
Akhirnya Bupati Ciamis meminta bantuan kepada
Ajengan Godebag. Berkat karamahnyalah
maka, sejak beliau ikut membantu dengan
caranya sendiri, tidak ada lagi pekerja yang jatuh sakit atau tewas. Diceritakan ketika Syeikh Abdullah Mubarok
 pulang berguru dari pulau Madura kepada
Syeikh Kholil Bangkalan Abah Sepuh langsung
naik perahu tanpa dibekali dayung atau layar,
dengan hanya bekal sholawat Bani Hasyim yang
dibacanya sepanjang perjalanan, beliau sampai ke Cirebon. Artinya perahunya dijalankan hanya
dengan bacaan sholawat Bani Hasyim yang
beliau dapatkan dari gurunya Syeikh Kholil
Bangkalan. wa Allaahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Kesalahan adalah pengalaman hidup, belajarlah darinya. Jangan mencoba tuk menjadi sempurna. Cobalah belajar bijaksana bagi sesama"

Arti Nama Bayi Alif Al Faeyza Sufyan

Assalamu'alaikum Wr.Wb Arti Nama Bayi Alif Al Faeyza Sufyan Nama yang Anda cari yaitu  Alif Al Faeyza Sufyan  memiliki banyak arti dari ...