I. Lahirnya Manusia
Manusia dilahirkan dalam keadaan tak berilmu, lemah dan tidak memiliki apa-apa. Allah kemudian menganugerahi akal sehingga manusia memiliki fitrah untuk mencintai pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan mengajarkan manusia untuk menyingkap apa-apa yang tidak diketahuinya dan menjadikan dirinya mampu mengenal diri dan segala sesuatu di sekelilingnya.
Artinya :
78. Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
79. Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas. tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.
80. Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).
81. Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang Telah dia ciptakan, dan dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan dia jadikan bagimu Pakaian yang memeliharamu dari panas dan Pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya). (QS. An Nahl 78-81)
Melalui pendengaran, penglihatan, pengamatan hati dan pemikiran, manusia mampu mempelajari dan menyingkap kode etik dan hakikat semua ciptaan Allah SWT. Dengan kemampuannya, manusia menggali ilmu dunia dan menggapai ilmu diniyah, dengan satu catatan manusia tersebut mempunyai keinginan yang kuat dan tekad yang bulat untuk menuntut ilmu serta mampu menyingkap gemerlapnya dunia. Tujuan penyingkapan tersebut adalah tidak lain dan tidak bukan demi mengutamakan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagi seorang muslim, tidak dibenarkan hidup dalam keadaan terlepas dari ilmu. Ilmu akan mengajak orang yang beriman memiliki kualitas dalam ibadah dan prioritas amal yang terarah. Seorang ulama pernah berkata, “Hendaklah bagi yang belum mampu menjadi seorang alim (pakar) agar selalu belajar. Bagi yang belum sempat belajar, hendaklah menjadi pendengar yang baik. Jika tidak sempat juga, maka jadilah orang yang mempunyai ilmu dan orang-orang yang berilmu.
II. Pentingnya Ilmu
Ilmu begitu penting bagi kehidupan manusia. Ilmu merupakan sarana untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa menghendaki (kebahagiaan) dunia, maka hendaklah dengan ilmu, barang siapa menghendaki (kebahagiaan dunia dan akhirat) maka hendaklah dengan ilmu.” (HR. Muslim) Allah SWT menegaskan bahwa dengan berilmu manusia akan mendapat karunia yang banyak. Firman Allah SWT
Artinya :
269. Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).Al Baqarah (2) : 269,
Majelis untuk menuntut ilmu pun diibaratkan sebagai taman surga di dunia. Ibnu Umar ra. berkata, Nabi SAW bersabda: “Jika kalian melewati taman surga maka perbanyaklah berdzikir .”Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah apa yang dimaksud dengan taman surga?” Rasulullah SAW menjawab, “Yaitu kelompok-kelompok dzikir, sesungguhnya Allah mempunyai utusan dari malaikat yang mencari kelompok-kelompok dzikir. Jika mereka datang ke kelompok-kelompok dzikir tersebut maka mereka mengelilinginya sambil mendo’akan anggota kelompok tersebut hingga berakhir majelis dzikir.” (HR. Bukhari) III. Membetulkan Niat Hal yang dibutuhkan dari seorang penuntut ilmu adalah membetulkan niat, berusaha untuk ikhlas dan membersihkan dirinya dari tujuan-tujuan lain. Ia bertekad untuk mengamalkan ilmunya demi mencari keridhoan Allah SWT dan kebaikan akhirat kelak. Ia tidak menjadikan tujuan dan niatnya untuk membodohi orang-orang awam, memeras orang kaya, menjilat penguasa, mengejar kekayaan, mengharapkan pangkat dan tujuan-tujuan sebatas itu. IV. Kesinambungan Belajar Ilmu pengetahuan laksana hamparan laut yang tak bertepi. Laut yang sangat luas dan dalam. Setiap kali orang mendalaminya setiap kali itu pula terbuka pintu-pintu baru. Dalam suatu kisah diceritakan bagaimana orang-orang terdahulu haus akan ilmu dan berusaha mencarinya. Suatu hari Hasan pernah ditanya oleh seorang laki-laki yang telah berusia 80 tahunan, “Apakah ia masih baik untuk mencari ilmu?”, Hasan lalu menjawab, “jika ia masih baik untuk hidup, mengapa tidak?” Istilah belajar tidak mengenal kata berhenti. Ketika kita berhenti maka kita telah membatasi diri kita untuk memperoleh karunia yang banyak dari Allah SWT. Ilmu tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja. Akan tetapi dimanapun kita berada kita dapat mengambil pelajaran dari setiap kejadian dan peristiwa yang ada baik dari diri kita maupun sekitar kita. Dengan demikian kita akan menjadi orang yang mensyukuri nikmat Allah SWT. V. Memahami Gaya Belajar Sebagaimana penciptaan manusia yang memiliki perbedaan ciri antara satu dengan yang lainnya, belajar juga memiliki gaya yang berbeda antara manusia yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini seringkali salah dipahami oleh kita atau orang lain. Ketika ada seseorang yang tidak mampu menghapal dengan cepat ketika ia harus duduk dengan manis disuasana yang hening, kadang dianggap memiliki tingkat daya tangkap yang rendah. Di sisi lain kata belajar mengandung makna keterpaksaan, kegiatan yang melelahkan dan menjemukan. Kita harus berhadapan dengan buku selama beberapa jam. Namun ketika kita sedang melakukan aktivitas membaca yang lain seperti komik misalnya, perasaan dan sikap kita langsung berbeda. Kita akan menikmatinya bahkan ikut hanyut bersama alur cerita. Tanpa terasa kita tak akan berhenti sebelum selesai membacanya. Seringkali komik/majalah yang kita baca kita ceritakan pada orang lain, karena kita menganggap isi ceritanya menarik. Kita menceritakan isi cerita tersebut dengan mudahnya tanpa harus bersusah payah menghapalnya. Itulah belajar, seringkali kita menganggapnya beban sehingga kita menjadi sulit mencerna isinya. Selain itu sering kali kita merasa terganggu oleh gaya belajar teman/adik kita. Seluruh isi rumah mendengar suaranya. Ia berjalan hilir mudik tak tentu arah. Kita terganggu olehnya. Setiap kita perlu memperhatikan kebiasaan dan kecenderungan dalam belajar. Kita harus mampu mengubah suasana belajar yang menjemukan menjadi kegiatan yang menyenangkan sama ketika kita membaca komik dan sejenisnya. Oleh karena itu yang terpenting yang perlu kita perhatikan adalah
bagaimana menyadari bahwa belajar itu sama mengasyikannya dengan membaca komik. Kita perlu memahami bahwa setiap individu mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Kita harus mengenalinya dan membuat suasana yang nyaman untuk kita belajar sambil beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Ada pepatah yang mengatakan “Banyak jalan menuju Roma”, seperti itulah gaya belajar, banyak cara untuk belajar. Hal terpenting yang perlu kita ketahui adalah memahami tercapainya tujuan belajar yaitu cepat menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang kita peroleh. Menurut Porter secara umum gaya belajar ada tiga macam, yaitu: 1. Visual Sesuai dengan namanya visual berarti kita memiliki kecenderungan belajar ala sekolahan, duduk dengan tenang, memperhatikan apabila guru menerangkan dan memnghapal di tempat yang hening, selain itu point di bawah ini akan menggambarkan gaya belajar visual: a. Berbicara dengan cepat b. Mengingat apa yang dilihatnya daripada apa yang didengarnya c. Lebih suka mencoret-coret ketika berbicara di telepon d. Sering menjawab dengan jawaban singkat e. Sering lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain f. Pembaca cepat dan tekun g. Seringkali bingung memilih kata untuk diucapkan padahal tahu apa yang harus diungkapkan 2. Auditorial Biasanya orang yang memiliki gaya auditorial adalah orang yang lebih menggunakan alat pendengarannya. Ia pendengar dan pembicara yang baik. Hal di bawah ini akan menggambarkannya: a. Biasanya suka berbicara sendiri b. Lebih suka mengikuti seminar daripada membaca buku lebih suka mengobrol dibandingkan dengan membaca c. Lebih suka mengobrol dibandingkan dengan membaca d. Lebih suka bercerita daripada menulis e. Mudah terganggu oleh keributan f. Berbicara dengan irama yang berpola g. Biasanya pembicara fasih h. Lebih suka berdiskusi dan menjelaskan panjang lebar i. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama dan warna suara j. Senang membaca dengan keras dan mendengarkannya 3. Kinestetik Orang yang memiliki gaya kinestetik biasanya adalah tipe yang tidak bisa diam, agak lambat dalam berbicara bila dibandingkan dengan kedua gaya di atas. Hal di bawah ini akan melengkapi gambarannya: a. Merasa dapat berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan b. Ketika berbicara banyak menggerakkan anggota tubuh c. Sulit untuk duduk diam d. Menanggapi perhatian fisik e. Lebih suka mempraktekkan daripada membaca instruksi f. Menghapal dengan berjalan dan melihat (Lebih lanjut baca Quantum Learning, Bobby de Porter) Setelah mengetahui gaya belajar ini kita dapat menyesuaikan metode pengajaran apa yang telah diadakan, di sekolah sehingga kita dapat beradaptasi dan tidak akan tertinggal dalam pelajaran. Pada bangku sekolah dari SD-SLTA, kegiatan belajar dan mengajar lebih sering menggunakan gaya visual sehingga bagi siswa yang bergaya belajar visual mudah untuk belajar, sedangkan bagi siswa auditorial apalagi kinestetik, seringkali dianggap guru sebagai siswa yang lambat dalam menangkap pelajaran. Di luar sekolah bagi siswa yang memiliki gaya belajar selain visual harus mengejar ketertinggalan dengan memaksimalkan gayanya sehingga ia dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Begitu pula ketika ia telah lulus dari SLTA, kondisi belajar di kampus tentu berbeda dari sekolah. Oleh karena itu setiap siswa harus segera beradaptasi dalam menyesuaikan gaya belajar di kampus. Bagi
siswa visual yang biasanya mendapat nilai baik di SLTA nya belum tentu dapat memiliki nilai sama baiknya ketika ia melanjutkan ke perguruan tinggi. Di kampus mereka mulai merasakan bahwa kemampuan menyerap pelajaran di kampus mulai berkurang. Mereka mulai tertatih-tatih dalam menyesuaikan belajar di kampus. Terkadang bagi teman-teman visual merasa daya ingat dan kemampuan belajarnya sudah menurun, padahal kondisi belajar di kampus mengharuskan para siswa mendengarkan dosennya menerangkan selama berjam-jam. Bagi siswa visual yang lebih senang menulis tentu bila harus mendengrkan pelajaran akan kesulitan dalam belajar karena ada perbedaan dari gaya belajar di kampus dengan gaya belajar dirinya. Oleh karena itu kegagalan seseorang dalam belajar belum tentu karena ia tidak mampu, namun mungkin saja karena ia tidak menyadari ada perbedaan dalam belajar sehingga dirinya tidak beradaptasi melainkan menyalahkan dirinya yang merasa sudah berkurang daya ingatnya. Ketidakmengertian penyebab dari kelambatan daya tangkap inilah yang sebenarnya harus disadari. Ketidaksesuaian antara gaya pribadi dengan gaya di tempat belajar inilah yang harus dipahami yang kemudian dicari solusinya, sehingga ia akan mengetahui bahwa sesungguhnya ia tidak berkurang daya ingatnya tetapi hanya perlu beradaptasi dalam belajar di tempat yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"Kesalahan adalah pengalaman hidup, belajarlah darinya. Jangan mencoba tuk menjadi sempurna. Cobalah belajar bijaksana bagi sesama"