Diposkan oleh Agus supyan
1. Aksiologi
Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai
ini ada kaitannya dengan kategori: (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan
jelek. Kategori nilai yang pertama di bawah kajian filsafat tingkah laku atau
disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan
atau estetika.
Aksiologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis dan tingkatan nilai dan hakikat
nilai: materi, estetika, politika, hokum, etika, agama, bahkan tuhan sebagai
pencipta.
2. Epistemology
Objek telaah epistemologi adalah
mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya,
bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan
kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah
proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika,
bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan
keindahan seni, serta apa definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi
epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori moral.
Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:
Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:
1. Empirisme;
Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.
Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.
2. Rasionalisme;
Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.
Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.
3. Positivisme;
Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.
Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.
4. Intuisionisme.
Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.
Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.
3. Ontology
Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi
tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh
filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di gunakan ketika kita membahas
yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak
terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang
universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari
inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus;
menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
1. Objek Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh
realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau
jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi
aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme.
Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang
terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan
diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles
dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami
sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek
materialisme dari mental.
2. Metode dalam Ontologi
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan
abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan
abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas
sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang
menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan
prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau
oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi
oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan
pembuktian a posteriori.
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan
term tengah berada lebih dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah
menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan. Pembuktian a posteriori secara
ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah
menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara
pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik
Ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi
mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud
hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa
berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan.
Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.
Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.
Dari pembahasannya memunculkan beberapa
pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu:
1. Materialisme
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari
segala sesuatu yang ada itu adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi)
hanya mungkin lahir dari yang ada.
2. Idealisme (Spiritualisme);
Aliran ini menjawab kelemahan dari
materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru rohani
(spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding materi.
3. Dualisme;
Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.
Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.
4. Agnotisisme.
Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.
Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.
4. Etika
Etika disebut juga filsafat moral (moral
philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral
berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa
Indonesia istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika
adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah
kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis.
a. Deontologis.
Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.
Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.
b. Teologis
Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873).
Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873).
5. Estetika
Estetika disebut juga dengan filsafat
keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau
aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat diserap dengan indera atau
serapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis
terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indak atau tidak indah.
Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno
hingga sekarang muncul persoalan tentang estetika, yaitu: pertanyaan apa
keindahan itu, keindahan yang bersifat objektif dan subjektif, ukuran keindahan,
peranan keindahan dalam kehidupan manusia dan hubungan keindahan dengan
kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik terutama jika
dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hukum.
6. Metefisika
Metafisika (Bahasa
Yunani: μετά (meta) =
"setelah atau di balik", φύσικα (phúsika)= "hal-hal
di alam") adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau
hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas.
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di
alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya
memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan,kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab
akibat, dan kemungkinan.
Penggunaan istilah "metafisika"
telah berkembang untuk merujuk pada "hal-hal yang di luar dunia
fisik".
Beberapa Tafsiran Metafisika. Tafsiran yang
pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa terdapat
hal-hal gaib (supernatural) dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau
lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini disebut
pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya
animisme. Selain paham di atas, ada juga paham yang disebut paham naturalisme.
paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham naturalisme
menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat
gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri,yang dapat
dipelajari dan dapat diketahui. Orang-orang yang menganut paham naturalisme ini
beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah
logika akal semata, sehingga mereka mereka menolak keberadaan hal-hal yang
bersifat gaib itu. Dari paham naturalisme ini juga muncul paham materialisme
yang menganggap bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi. Salah satu
pencetusnya ialah Democritus (460-370 S.M). Adapun bagi mereka yang mencoba
mempelajari mengenai makhluk hidup. Timbul dua tafsiran yang masing saling
bertentangan yakni paham mekanistik dan paham vitalistik. Kaum mekanistik
melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika
semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang
berbeda secara substansif dengan hanya sekedar gejala kimia-fisika semata.
Berbeda halnya dengan telaah mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini ada dua
tafsiran yang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni paham monoistik dan
dualistik. sudah merupakan aksioma bahwa proses berpikir manusia menghasilkan
pengetahuan tentang zat (objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran monoistik
mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara pikiran dan zat.keduanya
(pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan
namun mempunyai subtansi yang sama. Pendapat ini ditolak oleh kaum yang
menganut paham dualistik. Dalam metafisika, penafsiran dualistik membedakan
antara zat dan kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda secara substansif.
Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh pikiran adalah bersifat
mental. Maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan berpikirlah maka
sesuatu itu lantas ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"Kesalahan adalah pengalaman hidup, belajarlah darinya. Jangan mencoba tuk menjadi sempurna. Cobalah belajar bijaksana bagi sesama"