BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keunikan
kepribadian seorang anak membuat kita sebagai orang dewasa harus benar-benar
paham akan bagaimana cara untuk memahami seorang anak. Setiap anak berbeda baik
dari segi kemampuan hingga kelemahan yang dimilikinya dan hal itu merupakan
potensi yang harus dikembangkan untuk menjadi bekal hidupnya kelak. Berhubungan
dengan anak sebagai pribadi yang unik, maka setiap pribadi pasti memiliki
masalah, tidak terkecuali seorang anak.
Masalah-masalah tersebut adalah yang berhubungan dengan aspek belajar,
sosial, maupun dirinya sendiri, baik di lingkungan keluarga dimana ia tumbuh
dan berkembang maupun di lingkungan sekolah yang merupakan instansi ke dua bagi
anak untuk menghabiskan waktunya sehari-hari.
Anak sebagai peserta didik merupakan pribadi-pribadi yang
unik, sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan
mempunyai berbagai macam kebutuhan dan dinamika dalam interaksinya dengan
lingkungan sekitar. Pada diri anak senantiasa terjadi adanya perubahan tingkah
laku sebagai hasil belajar. Hal tersebut merupakan aspek-aspek psikologis dalam
pendidikan yang bersumber dari dalam diri anak sehingga menuntut adanya
pendekatan psikologis untuk memfasilitasi perkembangan anak tersebut.
Oleh karena itu, bimbingan konseling memiliki andil yang
sangat besar dalam membantu setiap peserta didik agar dapat mandiri dan dapat
berkembang secara optimal, dan dalam hal permasalahan dalam belajar siswa,
bimbingan konseling turut berperan dalam membantu proses dan pencapaian tujuan
pendidikan. Namun, masih sangat dirasakan bahwa memberikan layanan bimbingan
dan konseling untuk anak agak sulit. Disamping melihat dari segi kematangannya,
konselor juga harus ingat bahwa anak memiliki karakteristik khusus maka dalam
pemberian layanan pun harus disesuaikan.
Bimbingan dan konseling kelompok, merupakan wahana
efektif yang bisa menjadi pilihan konselor untuk memberi layanan bimbingan
konseling pada anak. Anak-anak sering berinteraksi dengan lingkungan, dan
anak-anak juga biasanya menghabiskan banyak waktu dengan saling berinteraksi
dalam kelompok, maka diperlukan pengaturan ideal untuk menempatkan bimbingan
sebagai media informasi atau bisa juga pencegahan dan konseling sebagai peran
kuratifnya agar anak dapat berinteraksi dengan baik . (Campbell, 1993; Gumaer,
1984)dan menyesuaikan diri dengan baik pula dalam rangka menguasai tugas
perkembangannya. Hal-Hal paling mendasar yang mendasari prinsip berhadapan
dengan anak-anak dalam kelompok adalah pada lingkungan alami masa kanak-kanak
dan penyesuaian terhadap karakteristik dan masalah anak.
Di Sekolah Dasar dan Sekolah menengah (di mana kebanyakan
anak-anak usianya di bawah 14 tahun), bimbingan kelompok digunakan untuk
membantu anak-anak tidak hanya mempelajari keterampilan baru tetapi juga
memiliki kesadaran akan nilai-nilai, prioritas, dan masyarakat. Kelompok kecil
memberi anak untuk " menyelidiki dan membahas lingkungan sosial dan
tantangan emosional dengan orang lain yang sedang mengalami perasaan yang
sama" (Campbell& Bowman, 1993, p. 1;3). Sebagai Contoh, konseling
kelompok diberikan kepada anak-anak yang mempunyai life-event khusus yang
berhubungan seperti kerugian dari orangtua akibat perceraian (Gwynn dan
Brantley, 1987; Yaumann, 1991) atau tidak berhasil dalam nilai/kelas (Boutwell&
Myrick, 1992). Konseling kelompok juga untuk anak-anak yang mempunyai
permasalahan perilaku " seperti perkelahian yang berlebihan,
ketidak-mampuan untuk bergaul akrab, ledakan yang kejam, kelelahan yang kronis,
ketiadaan pengawasan di rumah, dan melalaikan penampilan" (Corey, 1990, p.
9).
Dalam pelaksanaannya bimbingan konseling kelompok anak
memang memerlukan keterampilan khusus, namun, yang lebih sering digunakan dan
populer adalah menggunakan konseling bermain, brain gym, atau teknik
exercise-exercise ringan. Movement exercise menjadi pilihan penulis untuk
memberikan bimbingan dan konseling kelompok pada anak, mengingat karakteristik
anak yang aktif dan banyak bergerak, maka movement exercise ini dimungkinkan
agar anak menikmati dan berperan aktif dalam proses bimbingan dan konseling
kelompok ini.
B.
Tujuan Kegiatan
Tujuan dari praktik movement exercise pada anak Sekolah Dasar ini, antara
lain :
1.
Mengetahui proses pelaksanaan dari movement exercise sebagai salah satu
teknik dalam bimbingan konseling kelompok
2.
Mengetahui tingkat keterlibatan anak dalam bimbingan konseling kelompok yang menggunakan
teknik movement exercise
3.
Mengetahui tingkat keberhasilan bimbingan dan konseling kelompok yang
menggunakan movement exercise dalam mencapai tujuan bimbingan konseling yang
ingin dicapai, yaitu untuk saling menghargai teman, memahami dan mengetahui
kelemahan dan kelebihan diri.
Mengetahui kecocokan teknik
movement exercise dalam bimbingan konseling kelompok anak di SD
C.
Sasaran Praktikum
Adapun sasaran dari penggunaan teknik movement exercise
dalam bimbingan konseling kelompok adalah siswa-siswa dari kelas tinggi :3, 4,
dan 5 Sekolah Dasar.
D.
Sistematika Penulisan Laporan
Penyusunan Laporan ini disajikan dalam 4 (empat) bab yang terdiri dari :
1.
Bab I Pendahuluan. (Latar Belakang, Tujuan Kegiatan, Sasaran Kegiatan,
serta Sistematika Penulisan Laporan)
2.
Bab II Landasan Teoritis
3.
Bab III Deskripsi Kegiatan
4.
Bab IV Kesimpulan
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Konseling Kelompok Anak Dengan Teknik Movement Exercise
A. Definisi Anak
Permulaan masa anak-anak sering ditandai dengan masuknya
anak ke sekolah (SD kelas 1). Pada masa ini anak mulai keluar dari lingkungan
pertamanya yaitu keluarga, dan mulai memasuki lingkungan sekolah. Hurlock
(1980, 149-166) menyatakan bahwa ada tiga ciri utama pada masa ini (masa
sekolah) yang mampu menunjukan perbedaan dengan masa sebelumnya (prasekolah),
antara lain:
1.
Dorongan anak untuk masuk ke dalam dunia permainan dan pekerjaan yang
membutuhkan keterampilan otot-otot.
2.
Dorongan anak untuk keluar dari lingkungan rumah dan masuk ke dalam
kelompok teman sebaya (peer group).
3.
Dorongan mental untuk mematuhi dunia konsep-konsep logika, simbol, dan
komunikasi secara dewasa.
Sebutan
anak dalam dimensi perkembangan diberikan kepada individu yang berusia 1 sampai
dengan 11 tahun. Hurlock memberikan
sebutan anak terbagi dalam dua kelompok yaitu kanak-kanak dan anak. Kanak-kanak
adalah individu dalam rentang usia 1-5 tahun dan anak adalah individu pada
rentang 5-11 tahun. Sebutan lain yang digunakan oleh Bredekamp adalah anak usia dini bagi individu berusia 4 sampai 8
tahun dan anak untu yang berusia 8 hingga 11 tahun. Sebutan lain yang digunakan
oleh Bredekamp adalah anak usia dini
bagi individu dibawah 18 tahun, sehingga di dalamnya termasuk bayi, anak dan
remaja awal.
Pada
konteks kelompok dan konseling kelompok menurut Yalom, anak adalah kelompok individu di bawah 14 tahun, atau
individu pada pendidikan Sekolah Dasar dan sekolah lanjutan pertama. Gadza
secara spesifik membagi kelompok anak dalam kelompok Taman Kanak-kanak dan
kelas rendah Sekolah Dasar, yaitu individu berusia 5 hingga 9 tahun atau
anak-anak dalam usia dini serta kelompok pra-remaja atau remaja awal, yaitu
individu yang berusia 9 hingga 13 tahun. Konseling kelompok dapat dilakukan
pada anak nusia 3 hingga 4 tahun atau anak yang sudah mencapai kematangan dalam
bersosialisasi.
Selain kematangan dalam bersosialisasi ada beberapa tugas
perkembangan yang harus dikuasai oleh anak usia sekolah dasar, dan terpenuhinya
tugas-tugas perkembangan itu akan membuat anak dapat bertindak wajar sesuai
dengan tingkat usianya. Adapun tugas perkembangan anak usia sekolah dasar
menurut Havighurts adalah :
1)
Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
2)
Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis.
3)
Belajar bergaul dan meyesuaikan diri
dengan teman sebaya.
4)
Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
5)
Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
6)
Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.
7)
Mengembangkan kata hati.
8)
Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
9)
Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.
B.
Karakteristik Bimbingan di Sekolah Dasar
Pemerintah
secara formal telah memberikan dasar acuan pelaksanaan bimbingan dan konselilng
di sekolah dasar dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990, sbagai
kelanjutan dan penyempurnaan aturan-aturan yang sebelumnya , sepeti kurikulum
1975 buku IIIC dan Pedoman Pelaksaan Bimbingan di Sekolah Dasar Tahun 1987. Hal
ini dilakukan karena pelaksaan bimbingan disekolah dasar pada kenyataannya
berbeda dengan pelaksaan pada sekolah menengah,baik SLTP maupun SMU terutama
yang berkaitan dengan fingsi guru sebagai pembimbing.
Beberapa
factor penting yang membedakan bimbingan konseling disekolah dasar dengan
skolah menengah, dikemukakan oleh Dinkmeyer dan Caldwell (Suherman AS,
200:21-23) yaitu:
1) Bimbingan di sekolah dasar lebih
menekankan akan peranan guru dalam fungsi bimbingan;
2) Fokus bimbingan di sekolah dasar lebih
menekan pada pengembangan pemahaman diri, pemecahan masalah, dankemampuan
hubungan secara efektif dengan orang lain;
3) Bimbingandi sekolahdasar lebih banyak
melibatkan orang tua murid, mengingat pentingnya pengaruh orang tua dalam kehidupan
anak selama di sekolahdasar;
4) Bimbingan di sekolah dasar hendaknya
memahami kehidupan anak secara unik;
5) Program Bimbingan di sekolah dasar
hendaknya peduli pada kabutuhan dasar anak, seperti kebutuhan untuk matang
dalam pemahaman dan penerimaan diri, serta menerima kelebihan dan
kekurangannya.
Program
bimbingan di sekolah dasar meyakini bahwa usia sekolah dasar merupakan tahapan
yang sangat penting dalam tahapan
perkembangan anak.
Melihat
karakteristik bimbingan konseling di sekolah dasar muncul sebagai konsekuensi
logis dari karakteristik dan masalah perkembangan murid sekolah dasar itu
sendiri. Karena itu, memahami karakteristik di sekolah dasar itu sendiri.
Karena itu, memahami karakteristik murid sekolah dasar merupakan hal yang
sangat penting dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan layanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Begitu pula sentral layanan
bimbingan dan konseling akan terpusat pada pemberdayaan kualitas fungsi guru
sebagai pembimbingnya.
C.
Karakteristik Anak Berbakat
Sebagai
makhluk social, anak berbakat mengalami pertunbuhan dan perkembangan yang
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat, pemikiran , sikap dan aktivitas. Ditinjau
dari segi budaya anak berbakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
dipengaruhi tingkat kebudayaan yang mereka dalam memperoleh pengalaman budaya.
Untuk mengenali
karakteristik anak berbakat dapat dilihat dari beberapa segi, diantaranya :
a. Potensi
b. Cara mengahadapi masalah
c. Prestasi
Selain
karakteristik anak berbakat juga dapat dilihat dari tanda-tanda umum dalam
pertumbuhan dan perkembangannya. Anak berbakat cenderung memiliki bakat
istimewa yang sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak,
karena ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya anak usia 4
tahun dapat bemain dengan anak seusianya tetapi dalam kegiatan akademis seperti
anak usia yang jauh dari usia sebenarnya. Mengapa hal ini terjadi?, hal ini
terjadi karena anak berbakat cenderung mempuyai cara pemikiran yang berbeda
dari teman-teman seusianya
D.
Kerja Kelompok Dengan Sasaran
Anak-Anak
Penanganan
kelompok anak memerlukan pengetahuan
khusus tentang perkembangan manusia khususnya anak dan teori kelompok (dinamika
kelompok dan proses kelompok). Pemimpin kelompok dituntut mampu beradaptasi
dengan tingkatan social, emosional, fisikal dan intelektual anak serta memiliki
kemampuan menggunakan teknik verbal maupun non verbal.
Kelompok
anak berfungsi mempromosikan kesiapan dan kemampuan anak untuk belajar,
keterampilan – keterampilan khusus/ baru, keterampilan hidup dan mengoreksi
kondisi-kondisi yang tidak sehat, pengembangan sumber data atau potensi anak, mengembangaan kesadaran akan
nilai, prioritas dan lingkungan ; mengeksplorasi dan menghadapi tantangan sosial dan emosional serta
memperoleh pengalaman mengelola perasaan, bantuan terhadap permasalahan
perilaku, kehidupan yang sehat serta pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Kelompok anak disebut sebagai bimbingan kelompok atau pendidikan-psikologis,
konseling dan psikoterapi kelompok. Kelompok anak dilakukan dalam adegan
sekolah dan di luar sekolah.
Tipe
kelompok anak tergantung pada faktor perkembangan dan bukan perkembangan (Yussi,2003). Kelompok anak
dibedakan atas tiga tipe. Pertama, kelompok yang dibentuk khusus untuk pemberian informasi. Pemimpin kelompok
berfungsi sebagi guru dan bekerja sama
secara langsung dengan guru . Tipe ini efektif untuk membantu anak mempelajari
perilaku yang tidak tepat , mempelajari cara baru yang lebih mudah untuk berinteraksi
dan memperoleh timbal balik yang aman serta
situasi praktis. Teknik yang digunakan adalah
diskusi dan bermain peran. Tipe ini lebih bersifat bimbingan kelompok dan
pendidikan – psikologis.
Tipe
kelompok yang kedua adalah kelompok yang dibentuk
dalam rangka peningkatan keterampilan dan kesadaran
dalam lingkup personal dan interpersonal termasuk didalamnya nilai, sikap,
keyakinan, kematangan social dan perkembangan karir. Tipe ini bersifat
remediatif yang berhubungan dengan konsep diri, keterampilan komunikasi,
hubungan interpersonal, pemecahan masalah, keterampilan akademik, keterampilan
komunikasi dan pengembangan nilai. Tipe ini bersifat konseling kelompok dan
psikoterapi. Tipe yang ketiga merupakan aktifitas gabungan dua tipe sebelumnya,
yakni dengan perhatian terhadap banyak dimensi spesifik.
Tahapan
bimbingan kelompok dilakukan dengan akronim SIPA yaitu structuring (S), yakni
konselor menjelaskan panduan kegiatan ; involvement (I), yakni anggota kelompok
aktif berpartisipasi; processing (P), yakni berbagai ide serta awareness (A),
yaitu mengkonsolidasikan apa yang telah dipelajari.
Kegiatan
bimbingan dan konseling berfungsi mempromosikan pemahaman diri dan orang lain.
Program bimbingan di dalam kelas disebut program DUSO-R (Developing
understanding of self and other-revised. Teknik dalam bimbingan dan
pendidikan-psikologis kelompok harus bervariasi dengan memperhatikan penggunaan
fantasi, berfokus pada perilaku yang harus dikembangakan/ ditingkatkan,
menciptakan pandangan positif tentang diri serta bekerja dengan visualisasi.
Konseling
kelompok dalam adegan sekolah secara esensial berfugsi menumbuhkan kesehatan mental.
Konseling kelompok membantu anak belajar tentang diri dan orang lain dalam
interaksi yang terstruktur. Tiga pendekatan dalam konseling kelompok dapat
dibedakan, yaitu: Pendekatan kelompok pusat krisis, yaitu kelompok dengan konflik
diantara anggota kelompok; dalam hal ini individu ditantang untuk memahami
situasi dan berpikir tentang solusi yang mungkin dilakukan.
Pendekatan
yang kedua adalah pendekatan kelompok pusat permasalahan, yaitu sebuah kelompok
kecil yang memusatkan perhatian pada satu permasalahan. Teknik bermain peran
digunakan pada tahapan ini. Kelompok yang sama adalah kelompok persahabatan
dengan focus perilaku menyimpang, kekurangan keterampilan social dan penampilan
persahabatan yang praktis.
Pendekatan
yang ketiga adalah kelompok pusat pertumbuhan yang berfokus pada perkembangan
social dan pribadi siswa. Kelompok bertujuan untuk mengeksplorasi perasaan,
perhatian dan perilaku setiap hari.
E.
Deskripsi Kegiatan
No
|
Nama
Kegiatan
|
Deskripsi
|
1
|
Pendekatan
|
- Mendekati dan mengenalkan
diri pada anak kelas 4 yang sedang bermain bulu tangkis untuk berkumpul dan
membentuk kelompok kecil
- Mengenalkan diri dan Mengajak
bermain bersama kelas 5 yang sedang bermain sepak bola
|
2
|
Brain Gym
|
Ditujukan
untuk melatih konsentrasi teman-teman kelas 4&5 sebelum melakukan
bimbingan konseling kelompok. Dalam kegiatan ini teman-teman kelas 4&5
membuat lingkaran-lingkaran kecil, menyanyikan lagu sambil bertepuk
tangan dan menjentikan jari serta
menyebutkan nama sendiri dan nama orang yang berdiri di sebelahnya.
|
3
|
Permainan
Pembuka
“Ganjil-genap,Hitam-putih”
(SKLB
Terlampir)
|
- peserta diminta membuat
lingkaran besar, dan pendamping berdiri di tengah sambil memberikan instruksi
permainan
- peserta diminta menghitung
posisinya dan menyebutkan apakah dirinya termasuk dalam hitungan ganjil atau
genap
- pada saat sedang bermain,
peserta sangat antusias, mereka saling menguatkan pegangan supaya temannya
yang condong ke depan atau ke belakang supaya tidak jatuh. Walaupun akhirnya
ada saja peserta yang jatuh
- ketika refleksi dan
evaluasi, peserta mengerti bahwa kita tidak boleh membiarkan teman kita jatuh,
maka dari itu harus saling mendukung dan membantu pada teman
|
4
|
Permainan
Pembuka
“Buka
Kadonya”
(SKLB
terlampir)
|
- Peserta di bagi menjadi 2
kelompok, yaitu kelas 4 dan 5 yang harus bersaing dalam membuka bungkus kado
dimana setiap orang dalam kelompok itu hanya bisa menggunakan satu jari saja.
- Pendamping memberi instruksi
untuk menunjuk ketua kelompok yang bertugas memimpin dan memberikan instruksi
pada anggota kelompoknya
- Pendamping memberi aturan
permainan dan meminta tiap kelompok untuk mengatur strategi supaya
kelompoknya dapat memenangkan pertandingan itu.
- Saat bermain, suasana sangat
ramai dan berisik, karena dari 2 kelompok tersebut saling berteriak satu sama
lain mengatur teman-temannya.
- Pada saat permainan kelas 5 mengalami kalah, karena dari 2
bungkus kado yang harus dibuka, mereka membagi 9 anggotanya menjadi 2
kelompok kecil, jadi untuk membuka satu bungkus kado saja lama karena tenaga
hanya sedikit.
- Kelas 4 berstrategi unuk
membuka 1 bungkus kado satu persatu bersama-sama jadi waktu pembukaan bungkus
kado pun menjadi cepat.
- Tapi dari segi kerapihan
membuka bungkus kado poin kelas 5 lebih besar.
- Kelas 5 terpaksa kekurangan
2 anggotanya karena melanggar peraturan yaitu mengganti jari dan menggunakan
jari lebih dari 1. Orang yang keluar tersebut diberi hukuman, yaitu
menyanyikan lagu sambil bergaya. Semuanya tertawa ketika melihat hukuman itu
berlangsung.
- Pada permaianan ini terlihat
sebagian kecil karakter dari anak-anak tersebut, ada yang hanya mengatur tapi
tidak bergerak, ada yang tidak peduli terhadap jari temannya yang sakit, ada
yang serius mengikuti permainan, dsb
|
6
|
Permainan
Inti
“BEBAS!!!”
(SKLB
terlampir)
|
- Peserta diberi instruksi
permainan, BEBAS TALI, yaitu memindahkan tali dari satu teman ke teman yang
lain, tapi tanpa melepaskan pegangan tangan mereka
- Permainan sangat seru, namun
kelas 5 lagi-lagi mengalami kekalahan, dengan alasan teman-mereka
tinggi-tinggi. Namun disini dipahamkan bahwa bukan karena mereka fisiknya
seperti itu, tapi karena kurang siap dan kurang matang strateginya, dan
mereka mau mengerti dan paham bahwa kekalahan mereka adalah karena ketua
terpilih tidak tegas, sehingga banyak instruksi yang bermacam-macam dan
membuat bingung.
- Setelah Bebas Tali, peserta bermain
BEBAS TANGAN. Pendmaping menistruksikan untuk berpegangan tangan secara
bersilang, dan mereka harus dapat membalikan badan tanpa melepas pegangan
tangan tersebut.
- Pada permainan ini kahirnya
kelas 5 berhasil main dengan baik. Dan saat refleksi akhirnya kelas 5 sadar
bahwa bekerja sama, mendengarkan ketua, dan terbuka pada teman lainnya
membuat mereka menang.
|
7
|
Permainan Penutup
“Kapal
Karam”
(SKLB
terlampir)
|
- Saat permainan kapal karam,
anak diminta berkelompok kecil (terdiri dari 3 orang), yang masing-masing
kelompok harus berdiri di atas selembar kertas koran
- Anak diminta menggunakan
imajinasinya yang dipandu oleh pembimbing
- Mereka berdiri di atas kapal
dan menuju australia, namun karena bertemu gurita raksasa, kapal terbentur,
dan pecah, kapal semakin kecil. Saat mendengar kata “kapal semakin kecil”
kelompok itu harus turun dan melipat bagian koran seperti yang sudah
diinstruksikan pembimbing, dan begitu seterusnya sampai kapal mereka menjadi
snagat kecil. Ada beberapa kelompok yang satu anggotanya tidak daapt
berdiri lagi dikapal, ada yang saling
gendong dan berjinjit, ada juga yang menjadikan kaki teman mereka sebagai
pijakan untuk berdiri.
- Pada saat refleksi, sebagian
besar mengira permainan ini hanya team work saja, mungkin karena kelelahan setelah
bermain. Padahal untuk membantu teman, selama kita masih bisa dan mampu, maka
kita harus menolongnya dengan kekuatan yang kita punya.
|
8
|
Pengisian
Jurnal Kegiatan
|
Setelah
kegiatan selesai, anak-anak diminta untuk mengisi jurnal kegiatan mengenai aktifivitas
mereka. Setelah itu pembimbing menutup kegiatan dan mengucap kan terima kasih.
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Sebagai
makhluk social, anak berbakat mengalami pertunbuhan dan perkembangan yang
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat, pemikiran, sikap dan aktivitas. Ditinjau
dari segi budaya anak berbakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
dipengaruhi tingkat kebudayaan yang mereka dalam memperoleh pengalaman.
Untuk mengenali
karakteristik anak berbakat dapat dilihat dari beberapa segi, diantaranya :
a. Potensi
b. Cara mengahadapi masalah
c. Prestasi
B.
Saran
Ada beberapa saran yang perlu diperhatikan oleh mahasiswa/i, antara lain : Mahasiswa/i
perlu mengadakan evaluasi sekaligus banyak bertanya kepada dosen mata
pelajaran.
Pertemuan mahasiswa/i
dan dosen mata pelajaran Bimbingan Konseling yang rutin untuk membahas materi atau model pembelajaran yang inovatif.
Mahasiswa/i aktif, inovatif mengikuti perkembangan zaman, sehingga perlu banyak
membaca dan bertanya sebagai bekal tambahan wawasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"Kesalahan adalah pengalaman hidup, belajarlah darinya. Jangan mencoba tuk menjadi sempurna. Cobalah belajar bijaksana bagi sesama"